BAB HAIDH, NIFAS, DAN ISTIHADHOH
⚠️PENGERTIAN
1️⃣ Haidh adalah darah yang mengalir keluar dari rahim wanita yang paling dalam yang memiliki siklus tertentu
2️⃣ Nifas adalah darah yang keluar setelah kosongnya rahim (setelah melahirkan) meskipun yang dilahirkan masih dalam fase gumpalan darah (‘alaqoh)
3️⃣ Istihadhoh adalah darah yang keluar diluar siklus haidh
⚠️Isi pembahasan pada bab ini:
A. Pembahasan Haidh (Menstruasi)
1️⃣ siklus minimal haidh adalah satu hari satu malam, apabila darah masih keluar dalam rentang waktu tersebut meskipun hanya bercak (flek) maka sudah dikatakan menstruasi. Maksimal waktu haidh adalah minimal waktu suci (waktu suci: jarak antara 2 siklus menstruasi) yaitu 15 hari. Umumnya dalam rentang waktu 6 atau 7 hari
2️⃣ waktu suci tidak memiliki batasan hari
3️⃣ usia minimal wanita dikatakan dapat mengalami menstruasi adalah kurang lebih 9 tahun qomariyah (kalender bulan). Usia 9 tahun adalah minimal namun dimungkinkan dikategorikan keluar darah haidh meskipun kurang dari 9 tahun apabila wanita tersebut keluar darah dalam waktu siklus minimal haidh dan siklus minimal suci sebelum tepat berumur 9 tahun. Mudahnya, apabila keluar darah dalam periode usia 9 tahun kurang dari 16 hari maka dikategorikan darah haid
4️⃣ Dalam madzhab, seorang wanita dimungkinkan tetap memiliki siklus haidh pada saat hamil dan tetap memiliki siklus haidh hingga akhir hayatnya (berdasarkan istiqra’)
5️⃣ Darah yang berwarna kekuningan dan keruh bisa termasuk darah haid
6️⃣ Apabila darah berhenti keluar kurang dari sehari semalam maka apabila ia sudah meninggalkan sholat (karena berkeyakinan sudah masuk periode menstruasi), maka ia wajib mengganti sholat yang telah ia tinggalkan tersebut (qodho sholat)
7️⃣ Apabila darah berhenti pada saat waktu minimum, atau waktu maksimum, atau diantara dua waktu tersebut maka itu sudah terhitung masa menstruasi dan wajib meninggalkan hal-hal yang dilarang pada saat menstruasi. Namun jika lebih dari waktu maksimum maka dihukumi darah istihadhoh dan diperbolehkan kembali hal-hal yang sebelumnya dilarang
8️⃣ Apabila seorang wanita memiliki periode waktu menstruasi yang selang-seling (pada suatu waktu keluar darah namun diwaktu lain tidak) akan tetapi masih dalam rentang periode maksimal dan minimal masa menstruasi maka seluruh waktu keluar darah dan waktu tidak keluar darah tetap dihukumi masa menstruasi. Misal, dalam 48 jam seorang wanita hanya keluar darah pada 12 jam awal dan 12 jam akhir namun di 24 jam sisanya ia tidak kelur darah maka ia tetap dihukumi sebagai orang yang haidh selama 48 jam tersebut
9️⃣ Masa tidak mengeluarkan darah namun tetap di periode haidh disebut waktu naqo’ (النقاء)
B. Pembahasan nifas
1️⃣ waktu minimal periode nifas adalah sebentar saja (tidak memiliki waktu definit), umumnya adalah 40 hari, maksimalnya adalah 60 hari. Jika lebih dari 60 hari sudah dianggap darah istihadhoh
C. Hal-hal yang dilarang dilakukan pada saat haidh dan nifas
1️⃣ Seperti halnya orang yang berhadast besar, wanita haidh juga dilarang untuk sholat, thowaf, memegang dan membawa mushaf Al-qur’an, melafadzkan Al-qur’an, dan berdiam diri di masjid
2️⃣ Dilarang juga untuk berpuasa dan wajib mengganti puasa wajib dihari lain. Dilarang pula melaksanakan sholat namun tidak disyariatkan mengulang sholat
3️⃣ Dilarang melewati masjid (area tempat sholat) jika dikhawatirkan mengotorinya dengan darahnya
4️⃣ Dilarang ber-jima’
5️⃣ Dilarang bersenang-senang dengan istri yang haid dengan perantara anggota tubuh istri antara pusar dan lutut
6️⃣ Dilarang untuk mentalaq istri yang sedang haidh, meskipun jika dilakukan tetap terhitung jatuh talaq
7️⃣ Dilarang melakukan thoharoh (bersuci) dengan meniatkan menghilangkan hadast besar maupun kecil
8️⃣ Apabila darah berhenti dan sudah memasuki periode suci maka wanita tersebut sudah tidak dilarang untuk : berpuasa, boleh di-talaq, boleh melakukan thoharoh, boleh kembali melewati masjid. Larangan lainnya baru dapat diperbolehkan apabila wanita tersebut sudah mandi janabah dengan niat menghilangakan hadast besar
9️⃣ Apabila seorang wanita mengaku masih dalam masa menstruasi namun suaminya tidak mempercayainya karena adanya bukti dan indikator yang menguatkan maka wanita tersebut halal untuk di-jima’ oleh suaminya
D. Pembahasan istihadhoh
1️⃣ Merujuk pada pembahasan diatas, wanita mustahadhoh tidak terkena larangan sebagaimana larangan untuk wanita haid dan wanita nifas
2️⃣ Apabila wanita mustahadhoh ingin bersuci, maka pertama ia harus mencuci kemaluannya dengan air kemudian menyumbatnya dengan kapas lalu diikat agar tidak bergeser (bisa diganti dengan pembalut) kemudian ia berwudhu dan segera melakukan sholat. Wanita mustahadhoh tidak diperbolehkan mengakhirkan waktu sholat setelah ia berwudhu kecuali untuk hal-hal yang membantu agar sholatnya sah ataupun mengejar kesempurnaan sholat, seperti menutup aurat dan menunggu orang lain untuk berjamaah
3️⃣ Apabila wanita mustahadhoh mengakhirkan sholat karena bukan sebab diatas, maka ia wajib mengulang proses bersucinya dari awal (dari mencuci kemaluan hingga berwudhu)
4️⃣ Wanita mustahadhoh tetap diwajibkan melakukan rangkaian bersuci (mulai dari mencuci kemaluan, menutup lubang keluarnya darah, berwudhu) saat ia hendak melaksanakan sholat fardhu
5️⃣ Sebagaimana wanita mustahadhoh, seorang yang memiliki penyakit keluar kencing terus-menerus (سالس البول) juga melakukan hal yang sama apabila hendak melakukan sholat fardhu
6️⃣ wanita mustahadhoh dan seorang yang keluar kencing terus menerus keduanya bersuci dengan niat diperbolehkan melakukan sholat fardhu, bukan berniat mengangkat hadast
Allahu A’lamu bis showāb
✍🏾 Khalid Akbar S (Santri Ma’had Darussalam Yogyakarta )
Muraja’ah : Ustadz Agus Abu Husain Hafidzhahullah