1. Suci mensucikan, Jenis ini terbagi menjadi dua macam berdasarkan hukum menggunakannya:
- Tidak makruh, yaitu air mutlak ( air yang masih dalam kondisi aslinya sesuai asal penciptaannya yang keluar dari bumi atau turun dari langit ), seperti air hujan[1], air laut[2], air sumur[3], air sungai[4], air mata air[5], air salju dan air embun [6].
- Makruh, yaitu air yang terkena panas terik matahari di daerah yang sangat panas ( sperti Hijaz dan hadromaut ) yang ditampung pada wadah terbuat dari logam dan digunakan untuk badan dalam kondisi air masih panas.[7]
- Haram, seperti air rampasan atau curian dan air yang diwakafkan khusus untuk minum.
Air jenis pertama inilah yang sah digunakan untuk bersuci baik itu yang hukumnya tidak makruh, makruh ataupun haram.
2. Air suci namun tidak bisa mensucikan, jenis ini ada dua macam :
- air musta`mal [8], yaitu air kurang dua qullah ( dua qullah = sekitar 200 liter ) bekas digunakan untuk bersuci wajib ( basuhan pertama untuk wudhu dan mandi, bukan basuhan kedua dan ketiga yang hukumnya sunnah )
- Air yang kecampuran benda suci dan terjadi banyak perubahan pada salah satu sifatnya sehingga berubah namanya, contoh air yang kecampuran teh menjadi air teh.
3. Air Najis, terbagi dua macam:
- Air sedikit ( kurang dari dua qullah ) kemasukkan najis yang tidak dimaafkan walaupun tidak mengalami perubahan[9].
- Air dua qullah atau lebih yang kemasukan najis dan mengalami perubahan salah satu sifatnya walaupun perubahannya sedikit[10].
____________________________________________________________________________________________
[1]Q.S. Al anfal : 11
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ
Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu.
[2] HR. Abu Dawud: 1/19, At tirmidziy : 1/224 dan an nasai : 1/44
سألَ رجلٌ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ فقال يا رسولَ اللهِ إنَّا نركبُ البحرَ ونحملُ معَنا القليلَ مِنَ الماءِ فإنْ توضأْنا بِهِ عطِشْنا أفنتوضأُ بماءِ البحرِ فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ هوَ الطهورُ ماؤُهُ الحلُّ ميتتُهُ
Seseorang bertanya kepada Rasulullah ﷺ: wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berlayar di lautan dan kami hanya membawa sedikit air. Jika kami berwudlu dengannya kami akan kehausan, maka apakah kami boleh berwudlu dengan air laut? Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Air laut itu suci airnya dan halal bangkainya.
[3] H.R Abu dawud : 66. At tirmidzi: 66, An nasai : 1/174 dan Ahmad : 11257:
hadits Abu Said Alkhudri radliyallahu ‘anhu:
أنَّه قيلَ لرسولِ اللهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ أنتوضَّأُ من بئرِ بضاعةَ وَهيَ بئرٌ يطرحُ فيها الحيضُ ولحمُ الكلابِ والنَّتنُ فقالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ الماءُ طَهورٌ لا ينجِّسُه شيءٌ
Bahwasanya ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ : apakah kami berwudlu dari sumur budho’ah[3] sementara orang-orang membuang sisa-sisa haidh dan daging anjing dan barang-barang yang busuk ke dalamnya. Maka Rasulullahﷺ berkata: air tersebut suci dan mensucikan, tidak ada sesuatupun yang menajisinya
[4] Ijma’ dan juga firman Allah, Q.S. Fathir : 12
وَمَا يَسْتَوِى ٱلْبَحْرَانِ هَـٰذَا عَذْبٌۭ فُرَاتٌۭ سَآئِغٌۭ شَرَابُهُۥ وَهَـٰذَا مِلْحٌ أُجَاجٌۭ ۖ وَمِن كُلٍّۢ تَأْكُلُونَ لَحْمًۭا طَرِيًّۭا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةًۭ تَلْبَسُونَهَا ۖ وَتَرَى ٱلْفُلْكَ فِيهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِهِۦ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur
[5] Diqiyaskan kepada air sumur dan air sungai.
[6] H.R. Albukhari : 744, Muslim: 598, Abu daud : 781, An nasai : 60, ibnu majah : 805, dan Ahmad : 10408
hadits Abu hurairoh radliyallahu ‘anhu :
كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، إذَا كَبَّرَ في الصَّلَاةِ، سَكَتَ هُنَيَّةً قَبْلَ أَنْ يَقْرَأَ، فَقُلتُ: يا رَسولَ اللهِ، بأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَرَأَيْتَ سُكُوتَكَ بيْنَ التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ، ما تَقُولُ؟ قالَ أَقُولُ: اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وبيْنَ خَطَايَايَ كما بَاعَدْتَ بيْنَ المَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِن خَطَايَايَ كما يُنَقَّى الثَّوْبُ الأبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِن خَطَايَايَ بالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ
Bahwasanya Rasulullah jika bertakbir untuk sholat, beliau berdiam sebentar sebelum membaca Al Fatihah. Maka aku bertanya: wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, aku melihat diammu diantara takbir dan alfatihah, apa yang engkau ucapkan? Maka Rasulullah menjawab: aku mengucapkan : Ya Allah jauhkanlah antara diriku dan dosaku sebagaimana engkau jauhkan antara timur dan barat. Yang Allah sucikan diriku dari dosa-dosaku sebagaimana baju putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah diriku dari dosa-dosaku dengan salju dan air dan embun.
[7] H.R. Al baihaqi 1/6
Hadits Aisyah radliyallahu ‘anha:
أسخنتُ لرسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ماءً في الشمسِ ليغتسلَ به فقال : يا حُميراءُ! لا تفعلي هذا فإنه يورثُ البرصَ
Aku memanaskan air untuk Rasulullah ﷺ dengan sinar matahari agar beliau bisa mandi dengan air tersebut. Maka beliau berkata: “ wahai humairo’ jangan lakukan hal itu karena air itu menyebabkan lepra”
Hadits ini dho’if dan atsar-atsar terkait air musyammas ini juga tidak lepas dari kedho’ifan. Oleh karenanya Al Imam An nawawi mengatakan air musyammas tidak makruh sama sekali.
[8] H.R. Muslim : 283
لا يَغْتَسِلْ أحَدُكُمْ في الماءِ الدَّائِمِ وهو جُنُبٌ. فَقالَ: كيفَ يَفْعَلُ يا أبا هُرَيْرَةَ؟ قالَ: يَتَناوَلُهُ تَناوُلًا
Janganlah salah seorang diantara kalian mandi di dalam air yang diam sementara ia dalam keadaan junub. Maka bagaimana melakukannya wahai Abu Hurairah? Beliau berkata: ciduklah air tersebut.
[9] HR. Ibnu Khuzaimah : 146, Ad daruquthni : 1/49, al baihaqqy : 212
إذا استيقظَ أحدكُم من نومهِ فلا يدخِلْ يدهُ في الإناءِ حتى يغسِلَها ثلاثَ مراتٍ فإن أحدكُم لا يدري أينَ باتَتْ يدهُ
Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka janganlah ia memasukkan tangannya ke dalam bejana sampai dia membasuh tangannya tiga kali karena ia tidak tahu dimana tangannya bermalam.
Dan juga hadits riwayat Abu dawud : 63, At tirmidziy : 67, an nasai : 52, dan ibnu majah : 517:
سُئل عن الماءِ يكون بالفلاةِ من الأرضِ وما ينوبهُ منَ الدوابِّ والسِّباعِ، فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ إذا بلغ الماءُ قُلَّتَينِ لمْ ينجسْهُ شيءٌ
Nabi ﷺ ditanya tentang air yang berada di padang pasir dan apa-apa yang mengenai air tersebut dari hewan buas maupun hewan lainnya. Maka beliau berkata, jika air mencapai dua kullah maka tidak akan menajisinya sesuatu apapun.
[10] HR. Ibnu Majah : 521, Ath thobaroni : 8/123, Al Baihaqy: 1271:
الماءُ طَهورٌ لا ينجِّسُهُ شيءٌ إلَّا ما غلبَ على ريحِهِ وطعمِهِ ولونِهِ
Air itu thohur, tidak ada yang menajisinya sesuatu apapun kecuali apa-apa yang merubah bau, rasa dan warnanya.
Ditulis oleh Agus Abu Husain
Catatan kaki oleh Farid Fadhillah