Sebab-sebab Hadats – Faedah Dars Umdatus Salik (4b)

Faedah Fiqih Syafi’i dars Umdatus Salik (4b)
SEBAB-SEBAB HADATS

Sebab-sebab hadats disebut juga oleh para ulama dengan nawaqidhul wudhu (pembatal-pembatal wudhu). Pembatal tersebut ada empat.

1️⃣ ️Pembatal pertama : Keluar sesuatu dari
– qubul
– dubur
– lubang dibawah pusar ketika qubul dan dubur tertutup.

Sesuatu yang keluar tersebut mencakup :

  • berwujud fisik, seperti urin
  • non fisik, seperti angin
  • sesuatu yang biasa keluar (feses, urin) atau yang jarang keluar (cacing, batu).

Semuanya membatalkan wudhu kecuali mani. Karena mani mewajibkan mandi namun tidak membatalkan wudhu (Umdatus Salik Hal 32). Hal ini sesuai dengan kaedah:

كُلُّ ما أَوْجَبَ ما أَعْظَمَ الأَمْرَيْنِ بِخُصُوْصِهِ لَمْ يُوْجبْ أَدْوَنَهُمَا بِعُمُوْمِهِ

“segala sesuatu yang mewajibkan perkara yang lebih besar dari dua perkara dengan kekhususannya, maka tidak mewajibkan perkara yang lebih rendah dari dua perkara tersebut dengan keumumannya”

كَالمَنِيِّ , فَإنَّهُ أَوْجَبَ أَعْظَمَ الأَمْرَيْنِ (وَ هُوَ الغَسْلُ) بِخُصُوْصِ كَوْنِهِ مَنِيًّا فَلَا يُوْجبُ أَدْوَنَهُمَا (وَ هُوَ الوُضُوْءُ) بِعُمُومِ كَوْنِهِ خارِجًا

“seperti mani yang mewajibkan perkara yang lebih besar yaitu mandi karena adanya kekhususan pada mani itu sendiri, maka tidak mewajibkan perkara yang lebih kecil yaitu wudhu dengan keumumannya yaitu keluar dari dua jalan” (At Taqriirot As Sadiidah Hal. 100)

✔️ Gambaran mengenai hal diatas yakni :

  • Jika seseorang tidur dengan duduk mumakkin (kokoh dengan pantat menempel di lantai) lalu dia mimpi basah. Atau jika seseorang melihat sesuatu dengan syahwat kemudian keluar mani. Maka pada dua Kondisi ini wudhu tidak batal, namun wajib mandi.
  • Jika seseorang jima’ atau seseorang tidur dengan berbaring, maka pada kondisi ini wudhu batal (disamping berhadas besar) karena ada persentuhan kulit saat jima’ dan batal karena tidur.

2️⃣ Pembatal kedua : Hilangnya akal
Hilang akal dapat membatalkan wudhu kecuali tidur dalam keadaan mumakkin (duduk kokoh dan menempel kuat) di tempat duduknya karena duduk seperti ini dapat mencegah keluarnya sesuatu dari duburnya (Anwaarul Masaalik Hal. 25). Keadaan ini berlaku baik ketika berkendaraan dan bersandar (walaupun pada sesuatu yang membuatnya jatuh ketika sandaran itu dihilangkan) maupun selain keduanya, maka keadaan ini tidak membatalkan wudhu.

Masalah :
✔️ wudhunya batal, jika seseorang tidur lalu pantatnya bergeser sebelum dia tersadar.
✔️ wudhu tidak batal, jika seseorang berada pada kondisi berikut :

  • bergeser setelah tersadar, bergeser beriringan dengan tersadar, atau ragu dengan kondisi tersebut.
  • tangannya terjatuh ke tanah ketika dia tidur dengan posisi mumakkin.
  • mengantuk dengan posisi tidak mumakkin sementara dia masih dapat mendengar namun tidak paham yang dibicarakan.
  • ragu apakah dia mengantuk ataukah tidur.
  • ragu apakah dia tidur dalam posisi mumakkin atau tidak.

3️⃣ Pembatal Ketiga : Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan ajnabi walaupun sedikit, tidak disengaja dan tanpa syahwat.

Istri termasuk kategori perempuan ajnabi karena yang dimaksudkan ajnabi di sini adalah orang yang tidak memiliki hubungan mahrom muabbad (selamanya), baik karena sebab nasab, persusuan, maupun pernikahan. (Ta’liq Majid Hamawi, hal. 33)

Persentuhan yang membatalkan bukan hanya kulit saja, akan tetapi bertemunya lidah, organ yang disfungsi dan organ tambahan juga dapat membatalkan wudhu.
Bertemunya gigi, kuku, rambut dan organ yang terpotong tidak membatalkan wudhu. Batalnya wudhu juga berlaku jika menyentuh lawan jenis yang sudah tua renta dan juga mayyit.

Masalah :
Wudhu tidak batal, jika berada dalam kondisi :

  • Bersentuhan dengan mahrom
  • Bersentuhan dengan anak kecil yang tidak bersyahwat menurut urf/adat
  • Ragu apakah menyentuh perempuan ataukah laki-laki
  • Ragu apakah menyentuh rambut ataukah kulit
  • Ragu apakah menyentuh yang mahrom ataukah yang bukan mahrom

4️⃣ Pembatal Keempat : Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan dan jari-jemari bagian dalam.

Dengan demikian, wudhunya tidak batal jika menyentuh kemaluan menggunakan organ selain dua bagian tersebut (Anwaarul Masaalik Hal. 26).

✔️ Menyentuh kemaluan dengan dua organ tersebut dapat membatalkan wudhu dibeberapa keadaan, yaitu:

  • lupa maupun tanpa syahwat,
  • menyentuh kemaluan baik qubul maupun dubur
  • menyentuh kemaluan perempuan maupun laki-laki
  • menyentuh kemaluan sendiri maupun orang lain
  • menyentuh kemaluan mayit ataupun anak kecil
  • menyentuh kemaluan yang terpotong baik yang tertutup dengan kulit maupun yang disfungsi
  • menyentuh kemaluan yang terpotong walaupun dengan tangan yang disfungsi/lumpuh

✔️ Adapun yang tidak membatalkan wudhu, yaitu menyentuh kemaluan:
• hewan
• menggunakan ujung-ujung jari atau menggunakan pinggiran telapak tangan

Hal-hal lain berkaitan dengan hadats, pembatal wudhu, orang berhadats, dan interaksinya dengan mushaf

✔️ Wudhu tidak batal walaupun dengan :
a). Muntah
b). Fasdhu yaitu darah yang dikeluarkan dari urat/pembuluh darah (tahqiq majid hamawi hal 33)
c). Mimisan
d). tertawanya orang sholat. Berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan wudhunya batal (Anwaarul Masaalik Hal 27)
e). Memakan daging unta

✔️ Jika seseorang yakin dia berhadats dan ragu akan hilangnya hadats tersebut, maka dia dihukumi muhdits (berhadats)

✔️ Jika seseorang yakin dia suci dan ragu akan hilangnya kesucian/wudhunya tersebut, maka dia dihukumi suci.

✔️ Jika seseorang yakin dia telah suci (sudah berwudhu) sekaligus yakin dia berhadats, namun ragu manakah yang terlebih dahulu terjadi, wudhu ataukah berhadats, maka hukumnya dirinci :
a). Jika dia tidak mengetahui mana yang duluan atau dia mengetahui bahwa yang duluan adalah kondisi suci, sedangkan dia mempunyai kebiasaan memperbaharui wudhu, maka wajib untuk berwudhu.
b). Jika dia tidak memiliki kebiasaan memperbaharui wudhu atau dia mengetahui bahwa yang duluan adalah kondisi hadats, maka dia sekarang dalam kondisi suci.

✔️ jika seseorang berhadats maka diharamkan untuk
a). sholat
b). sujud tilawah
c). sujud syukur,
d). thowaf
e). membawa mushaf (walaupun dengan tali atau dengan kotak) dan menyentuhnya. Sama saja yang disentuh itu tulisannya atau area diantara garis maupun bagian pinggirnya karena semua tadi masuk dalam cakupan mushaf. Begitu juga tidak boleh menyentuh sampul dan tali pembawanya, kantong maupun kotak yang berisi mushaf.
f). menyentuh dan membawa sesuatu yang bertuliskan walau hanya satu ayat yang bertujuan untuk pembelajaran, seperti catatan/papan tulis atau yang lainnya.

✔️ Boleh membawa mushaf bersama dengan barang-barang yang lain dengan syarat tidak diniatkan membawa mushaf saja.

✔️ Boleh membawa dirham, dinar, cincin, dan baju yang bertuliskan Al Quran

✔️ Boleh membawa buku-buku fiqih, hadits, tafsir yang didalamnya terdapat ayat-ayat Al Quran. Dengan syarat tulisan selain Al Quran lebih banyak huruf dan tulisanya dibanding dengan ayat Alquran.

✔️ Boleh menitipkan/menguasakan anak kecil (sudah tamyiz) walaupun berhadats untuk menyentuh dan membawanya untuk keperluan dirosah/pembelajaran.

✔️ Boleh menulis Al Quran bagi orang yang berhadats atau junub dengan syarat dia tidak menyentuh dan juga membawanya.

✔️ Wajib untuk mengambil mushaf jika khawatir mushaf terbakar, tenggelam, jatuh ditangan orang kafir atau terkena najis walaupun dalam kondisi berhadats dan berjunub, apabila tidak ditemukan seorang muslim yang diamanahi/dititipkan. Namun hendaknya dia bertayammum jika dia mampu agar hadatsnya lebih ringan.

✔️ Haram menjadikan Al Quran sebagai bantal, dan kitab-kitab ilmu syariat lainnya, kecuali jika khawatir dirampok (tahqiq Majid Hamawi Hal 35).

✍🏻
Penulis : Rahmat Taufik (santri Ma’had Darussalam)
Muraja’ah : Agus Waluyo Abu Husain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *