PASAL : TABIAT FITRAH
Bersiwak
Bersiwak disunnahkan dilakukan pada waktu kapanpun. Namun hukumnya berubah menjadi makruh apabila dilakukan sesudah tengah hari bagi seorang yang sedang berpuasa .
Bersiwak sangat ditekankan bagi orang yang :
a. hendak sholat,
b. hendak membaca Al-Qur’an,
c. hendak berwudhu,
d. giginya mulai menguning,
e. bangun dari tidur,
f. hendak masuk ke dalam rumahnya,
g. mulutnya berbau tidak sedap, baik karena mengkonsumsi makanan yang menimbulkan bau kurang enak maupun karena tidak mengkonsumsi makanan untuk jangka waktu lama.
Alat untuk bersiwak dapat berupa :
a. Benda-benda yang memiliki permukaan kasar.
Jari yang berkulit kasar tidak terhitung sebagai siwak untuk menggosok giginya sendiri, namun teranggap bersiwak apabila digunakan untuk menggosok gigi orang lain.
b. Kayu Arok yang kering dan dibasahi saat hendak dipakai bersiwak. Ini adalah yang paling baik untuk dipakai bersiwak.
Beberapa hal berkaitan dengan cara bersiwak :
a. Menggosok gigi dengan arah melebar / menyamping. Adapun menggosok lidah maka memanjang searah panjangnya lidah.
b. Memulai dari sebelah kanan, dan digosok pada semua bagian luar maupun bagian dalamnya.
c. Lebih memperhatikan saat menggosok bagian geraham.
d. Berniat melaksanakan amalan sunnah.
Beberapa sunnah fitrah lainnya :
1. Memotong kuku.
2. Mencukur kumis.
Rambut kumis dipotong sebatas sampai terlihat merahnya bibir. Adapun mencukur sampai habis atau mencabutinya maka hukumnya makruh.
3. Mencabut rambut ketiak dan rambut hidung. Bagi orang yang tidak terbiasa mencabut karena sakit maka cukup dengan dipotong.
4. Mencukur rambut di area kemaluan.
Batasan waktu mencukur atau memotong rambut / kuku yaitu apabila dirasa sudah cukup panjang dan perlu untuk dipotong, dengan batas waktu maksimal 40 hari.
5. Bercelak untuk masing-masing mata sebanyak tiga kali.
6. Mencuci dan membersihkan kotoran pada ruas-ruas dan lipatan kulit pada jari-jemari.
Mencukur rambut kepala
a. Hukum qoza’, yaitu mencukur hanya sebagian rambut kepala, adalah makruh.
b. Menggundul kepala hukumnya mubah.
c. Menggundul kepala hukumnya sunnah bagi : (1) orang yang sedang melakukan manasik haji atau umroh, (2) orang yang baru masuk Islam dan (3) bayi, yang dilakukan pada hari ke-7 kelahirannya.
Khitan
Hukum berkhitan adalah wajib baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Menyemir rambut dan anggota tubuh lainnya
a. Hukum menyemir rambut dengan warna hitam adalah haram, sama saja bagi lelaki ataupun perempuan. Alasannya karena termasuk perbuatan menyembunyikan sesuatu (yaitu uban) yang telah Allah tampakkan.
Dikecualikan : (1) bagi seorang istri dengan seizin suaminya; (2) bagi orang yang sedang berjihad untuk menggentarkan musuh.
b. Menyemir rambut dengan warna kuning atau merah hukumnya sunnah.
c. Disunnahkan memakaikan hina pada keseluruhan kedua tangan dan kaki seorang istri, untuk menyenangkan suaminya.
Adapun bagi laki-laki hukumnya haram kecuali ada keperluan semisal untuk pengobatan.
d. Mencabut uban hukumnya makruh.
BAB : WUDHU
Wudhu disyari’atkan bersamaan dengan diwajibkannya sholat yaitu satu tahun sebelum hijrahnya Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam ke Madinah, berdasarkan firman Allah Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah : 6)
Syarat-syarat wudhu :
a. Islam
b. Tamyiz. Seorang wali dapat meniatkan wudhu bagi anak yang belum tamyiz untuk keperluan ibadah thowaf.
c. Bersih dari haidh dan nifas. Begitu pula harus bersih dari segala hal yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit.
d. Mengetahui fardhu-fardhu wudhu.
e. Tidak meyakini sunnahnya salah satu fardhu wudhu.
f. Memakai air yang thahur yaitu suci dan mensucikan.
g. Meratakan air sampai ke seluruh anggota wudhu.
h. Sudah masuk waktu sholat.
i. Muwalah, yaitu dilakukan secara berkesinambungan bagi orang yang keadaan hadatsnya terus-menerus / tidak berhenti.
Fardhu Wudhu ada 6, yaitu :
1. Niat, dilakukan bersamaan saat membasuh wajah.
2. Membasuh wajah
3. Membasuh kedua tangan sampai dengan siku
4. Mengusap sebagian kepala
5. Membasuh kedua kaki sampai dengan mata kaki
6. Tertib, yaitu dilakukan sesuai urutan di atas. Dalilnya adalah firman Allah pada surat Al-Maidah ayat ke-6 yang sudah disebutkan di atas serta hadits tentang tata cara berwudhu yang dilakukan oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan kegiatan selain yang disebutkan di atas hukumnya adalah sunnah.
NIAT
Seorang yang berwudhu harus berniat untuk :
a. menghilangkan hadats atau berniat untuk wudhu, atau
b. bersuci untuk melaksanakan sholat, atau
c. bersuci untuk melaksanakan sesuatu yang hanya boleh dilakukan dalam keadaan suci seperti : menyentuh mushaf, sujud tilawah dan sujud syukur.
Adapun (1)wanita yang istahadhoh, (2)orang yang air kencingnya terus-menerus keluar dan (3)orang yang bertayammum maka niatnya adalah untuk mendapatkan kebolehan melakukan sholat fardhu. Demikian karena wudhu atau tayammum yang mereka lakukan tidak teranggap menghilangkan hadats.
SYARAT NIAT
1. Dinyatakan di dalam hati. Adapun talaffudz niat yaitu mengucapkan niat dengan lisannya hukumnya adalah sunnah.
2. Adanya niat saat dibasuhnya bagian pertama pada wajah.
a. Hendaknya berniat untuk melakukan sunnah wudhu saat mulai mencuci kedua telapak tangan dan niat tersebut harus senantiasa ada sampai saat dibasuhnya bagian pertama pada wajah, maka saat itu berniat untuk melakukan fardhu wudhu. Demikian supaya sunnah-sunnah yang dikerjakan sebelum membasuh wajah tetap mendapatkan pahalanya. Ini adalah niat yang paling utama.
b. Bila berniat wudhu hanya saat membasuh wajah maka wudhunya sah namun tidak mendapatkan pahala untuk kegiatan wudhu yang dilakukan sebelum membasuh muka, seperti kegiatan mencuci telapak tangan, berkumur dan istinsyaq.
✍🏻Arif Nuryanto ( santri Ma’had Darussalam Yogyakarta )
Muraja’ah : Agus Abu Husain