BAB BUANG HAJAT
A. Hal-hal yang disunahkan bagi seseorang yang ingin buang hajat.
1.Mengenakan alas kaki, kecuali bagi yang memiliki udzur/ berhalangan.
2.Menutup kepalanya.
3.Menjauhkan (tidak membawa) benda-benda yang terkandung penyebutan Allah, Rasulullah dan apa saja yang diagungkan (seperti nama para nabi, malaikat, dsb).
4.Jika masuk kedalam tempat buang hajat dengan mengenakan cincin yang didalamnya ada penyebutan hal-hal diatas, maka kepalkanlah tanganya.
B. Apa yang disunnahkan sebelum buang hajat.
1.Menyiapkan batu untuk istinja.
2.Berdo’a tatkala masuk kedalam tempat buang hajat, dengan do’a: ” بسم الله أللهم إنّي أعوذ بك من الخبث والخبائث”.
3.Berdo’a tatkala keluar dari tempat buang hajat, dengan do’a: “غفرانك الحمد لله الذي أذهب عنّي الأذى وعافاني”.
4.Mendahulukan kaki kiri ketika masuk, dan mendahulukan kaki kanan saat keluar.
Catatan:
Kesunahan berupa bacaan dzikir tatkala masuk dan keluar tempat buang hajat, kemudian mendahulukan kaki kanan dari yang kiri saat masuk, dan menjauhkan apa saja yang terkandung didalamnya penyebutan lafadz Allah dan Rasul-Nya, itu semua tidak hanya disyariatkan bagi yang buang hajat ditempat tertutup, namun disunnahkan pula ditempat terbuka.
C. Apa yang disunnahkan tatkala buang hajat.
1.Tidak mengangkat pakaian sebelum mendekat ke permukaan (agar tidak tersingkap auratnya).
2.Menjulurkan pakaianya sebelum bangkit setelah buang hajat (agar aurat tertutup saat bangkit).
3.Bertumpu pada kaki kiri saat duduk tatkala buang hajat.
4.Tidak berlama-lama.
5.Tidak berbicara.
Catatan:
Jika air kencing sudah berhenti, maka usap dengan tangan kiri mulai dari dubur sampai kepala dzakar, lalu diurut batang kemaluanya dengan lembut sebanyak tiga kali (untuk menuntaskan).
D. Agar terhindar dari perkara yang dimakruhkan tatkala buang hajat.
1.Tidak buang air kecil dengan berdiri.
2.Tidak istinja (cebok) ditempat air jika khawatir terkena cipratanya.
3.Tidak bergeser/ berpindah dari tempat yang khusus untuk buang hajat.
4.Menjauhkan diri (dari keramaian) dan mencari penghalang jika buang air ditempat terbuka.
E. Tempat yang dimakruhkan untuk buang hajat.
Diantaranya: tempat berlubang, dataran yang keras, tempat berhembus angin, aliran/ jalan air, tempat manusia berbincang-bincang, jalan, dibawah pohon yang berbuah, disamping kuburan, di air menggenang, di aliran air yang sedikit.
F. Arah yang dimakruhkan menghadap kepadanya saat buang hajat.
1.Tidak boleh buang hajat dengan menghadap matahari ataupun bulan.
2.Tidak boleh menghadap ataupun membelakangi tempat yang dimuliakan.
Catatan:
Haram hukumnya buang air kecil kearah makanan, tulang, benda yang dimuliakan, kuburan, dan didalam masjid walaupun ditampung dalam wadah.
G. Arah yang diharamkan menghadap kepadanya saat buang hajat.
Haram hukumnya buang hajat menghadap atau membelakangi kiblat (baik BAB ataupun BAK) ditempat terbuka tanpa adanya penghalang.
Catatan: keharaman diatas (istiqbal dan istidbar) menjadi mubah apabila dilakukan di dalam bangunan, tatkala dekat dengan penghalang maksimal sejarak 3 dzira (150cm).
H. Ketentuan untuk ukuran penutup yang bisa digunakan saat istinja.
1.Mencukupi penghalang yang tingginya minimal 2/3 dzira semisal tembok, tempat yang cekung, hewan, dan ujung bajunya yang menjulur kearah kiblat.
2.Patokan untuk penghalang ditempat terbuka dan bangunan, adalah mendekat dengan penghalang sejarak 3 dzira (150 cm) -dan tingginya seukuran 2/3 dzira-, jika memenuhi kriteria ini maka dibolehkan buang hajat didalamnya.
3.Menjadi pengecualian apabila tempat tersebut berupa tempat khusus untuk buang hajat (toilet), maka dibolehkan (namun makruh) baik jauh atau dekat dari tembok (penghalang).
I. Hukum istinja.
Wajib Istinja dari setiap kotoran yang keluar dari qubul ataupun dubur, dan tidak wajib istinja dari angin yang keluar, cacing, dan kotoran yang kering.
J. Wasilah Istinja.
Cukup dengan menggunakan batu walaupun istinja dari yang tidak biasa keluar seperti darah, kemudian menyertakan denganya air adalah afdhal.
Catatan: Kriteria batu yang bisa digunakan untuk istinja:
1.Setiap yang padat dan kering,
2.Suci,
3.bisa mencungkil najis, dan
4.bukan benda yang dimuliakan dan bukan makanan.
K. Kotoran yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan istinja menggunakan air:
1.Jika telah menggunakan cairan selain air, atau
2.dengan najis (semisal kotoran yang padat), atau
3.benda lain mengenai kotoran yang keluar,
4.kotoran berpindah dari tempat berhentinya setelah keluar.
5.kotoranya mengering,
6.kotoranya menyebar saat keluar sehingga melewati hasyafah (kepala dzakar) atau shafhah (bagian pantat yang menutup ketika berdiri) dubur dan lubang dzakar. Maka keadaan ini semua wajib istinjanya menggunakan air.
L. Kaifiah istinja dengan batu.
>. Hal wajib tatkala istinja dengan batu.
1.Wajib sampai hilang fisik najis.
2.Wajib dengan tiga usapan yang menyeluruh ke area najis (baik dengan tiga batu ataupun dengan satu batu yang punya tiga sisi), walau bisa hilang najis tersebut tanpa tiga usapan.
3.Jika fisik najis belum hilang dengan tiga usapan, maka wajib menambah usapanya, disunahkan penambahanya dengan bilangan ganjil.
>. Hal yang disunnahkan tatkala istinja dengan batu.
1.Usapan pertama: Disunnahkan untuk memulainya dari sisi kanan shafhah, kemudian memutarnya hingga mengembalikanya ke tempat permulaan.
2.Usapan kedua: Mulai dengan kebalikan usapan pertama (mulai dari sisi kiri shafhah).
3.Usapan ketiga: menyeluruh kepada kedua sisi shafhah dan tempat keluarnya kotoran.
Catatan:
•Wajib meletakan batu ditempat yang suci.
•Makruh hukumnya istinja dengan tangan kanan, maka pegangilah batu dengan tangan kanan, sedangakan dzakar dipegang tangan kiri kemudian digerakanlah kearah batu.
•Lebih utama adalah mendahulukan istinja dari wudhu, namun jika mengakhirkan istinja (mendahulukan wudhu) maka tetap sah wudhunya (karena wudhu tidak mensyaratkan izalah najasah). Namun dalam tayamum tidak demikian (menghilangkan najis wajib didahulukan karena sebagai salah satu syarat dari tayammum).
Oleh: Deni Abdul Latif (Santri Ma’had Darussalam Yogyakarta).
Muraja’ah: Ustadz Agus abu Husain Hafidzhahullah