Sabqul Hadats Beserta Konsekuensinya Menurut 4 Madzhab

Sabqul Hadats Beserta Konsekuensinya Menurut 4 Madzhab

Definisi sabqul hadats dalam kitab

الموسوعة الفقهية الكويتية

juz 24 halaman 150 dijelaskan sebagai berikut :

وسبق الحدث في الاصطلاح: خروج شيء مبطل للطهارة من بدن المصلي (من غير قصد) في أثناء الصلاة

Sabqul hadats secara istilah adalah keluarnya sesuatu dari tubuh seseorang yang sedang melaksanakan shalat tanpa disengaja dan tanpa ada maksud dimana keluarnya sesuatu tersebut membatalkan wudhu.

Lalu bagaimana pandangan 4 madzhab terkait sabqul hadats ini? Batalkah shalatnya? Haruskah mengulang shalat dari awal? Atau boleh melanjutkan shalat setelah berwudhu? Mari kita simak.

Di dalam kitab

بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع

juz 1 halaman 220 yang merupakan kitab madzhab Imam Abu Hanifah disampaikan :

وأما بيان ما يفسد الصلاة، فالمفسد لها أنواع: منها الحدث العمد قبل تمام أركانها بلا خلاف حتى يمتنع عليه البناء، واختلف في الحدث السابق ـ وهو الذي سبقه أي غلبه من غير قصد ـ وهو ما يخرج من بدنه من بول أو غائط أو ريح أو رعاف أو دم سائل من جرح أو دمل به بغير صنعه.قال أصحابنا: لا يفسد الصلاة، فيجوز البناء استحسانا. وقال الشافعي: يفسدها، فلا يجوز البناء قياسا

Adapun penjelasan tentang hal-hal yang membatalkan shalat ada beberapa poin : diantaranya adalah hadats yang disengaja sebelum rukun-rukun shalat dikerjakan secara sempurna, tidak ada perbedaan pendapat ulama fiqih terkait hal ini sehingga shalat tidak boleh dilanjutkan/diteruskan, namun ulama fiqih berbeda pandangan terkait orang yang tidak sengaja berhadats yaitu tidak sengaja keluar kencing, berak, kentut, mimisan, darah mengalir akibat luka atau bisul dari tubuhnya, maka pemuka ulama madzhab Imam Abu Hanifah berpendapat hal tersebut tidak membatalkan shalat, dia boleh meneruskan shalat (bukan mengulang shalat dari awal, tentu setelah berwudhu) dengan dalil istihsan, adapun Imam Asy Syafi’i berpendapat hal tersebut membatalkan shalat dan shalat tidak boleh diteruskan dengan dalil qiyas.

Namun perlu diketahui dalam madzhab Imam Abu Hanifah jika seseorang mengalami sabqul hadats ini dia wajib wudhu kemudian baru bisa melanjutkan atau meneruskan shalatnya!

Masih dalam kitab yang sama disampaikan :

وروي أن أبا بكر الصديق رضي الله عنه سبقه الحدث في الصلاة فتوضأ وبنى، وعمر رضي الله عنه سبقه الحدث وتوضأ وبنى على صلاته، وعلي رضي الله عنه كان يصلي خلف عثمان فرعف فانصرف وتوضأ وبنى على صلاته

Diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu Anhu mengalami sabqul hadats saat shalat, maka Abu Bakar berwudhu kemudian melanjutkan shalatnya, Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu pun pernah mengalami sabqul hadats maka Umar berwudhu kemudian melanjutkan shalatnya, kemudian Ali Radhiyallahu Anhu pernah shalat bermakmum pada Utsman Radhiyallahu Anhu kemudian Ali mimisan lalu dia keluar dari shalat lalu berwudhu kemudian dia teruskan shalatnya.

Dalil lain dari madzhab Imam Abu Hanifah adalah hadits berikut :

روي عن عائشة عن النبي ﷺ أنه قال: «من قاء أو رعف في صلاته انصرف وتوضأ وبنى على صلاته ما لم يتكلم

Diriwayatkan dari Aisyah dari Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda : siapa saja yang muntah atau mimisan ketika sedang shalat maka dia harus keluar dari shalat, segera berwudhu, lalu meneruskan kembali shalatnya selama dia belum berkata-kata.

Adapun pandangan madzhab Imam Malik terkait pembahasan ini dapat kita jumpai dalam kitab

مواهب الجليل في شرح مختصر خليل

juz 1 halaman 493 :

من حصل له شيء مما ينافي الصلاة من سبق حدث أو تذكره أو سقوط نجاسة أو تذكرها أو غير ذلك مما يبطل الصلاة فإنه لا يبني على ما مضى من صلاته بل يقطعها ويستأنف الصلاة وهذا هو المذهب

Siapa saja yang terkena sesuatu yang berlawanan dengan aktivitas shalat berupa sabqul hadats atau teringat akan sabqul hadats atau kejatuhan najis, atau teringat ada najis pada dirinya ataupun hal-hal lain yang membatalkan shalat maka dia tidak boleh melanjutkan shalat yang telah dia kerjakan, bahkan yang harus dilakukan adalah dia putus shalatnya, harus berwudhu, kemudian shalatnya diulangi dari awal, inilah pendapat resmi madzhab Imam Malik.

Adapun dalam madzhab Imam Ahmad bin Hanbal pembahasan ini dapat kita jumpai di dalam kitab

الكافي في فقه الإمام أحمد

juz 1 halaman 284 :

ومن أحدث عمدا بطلت صلاته؛ لأنه أخل بشرطها عمدا، وإن سبقه الحدث أو طرأ عليه ما يفسد طهارته، كظهور قدمي الماسح، وانقضاء مدة المسح، ومن به سلس لبول؛ بطلت صلاته

Siapa saja yang berhadats dengan sengaja maka shalatnya batal karena dia telah merusak syarat shalat dengan sengaja, jika seseorang mengalami sabqul hadats atau tiba-tiba terjadi sesuatu yang membatalkan wudhunya/thaharahnya seperti tampaknya kedua kaki orang yang mengusap khuf (sepatu), atau selesainya waktu yang diperbolehkan mengusap khuf, atau seseorang yang menderita penyakit keluar kencing terus-menerus, shalatnya batal.

وعنه فيمن سبقه الحدث: يتوضأ ويبني، وهذه الصور في معناها، والمذهب الأول؛ لأن الصلاة لا تصح من محدث في عمد ولا سهو

Ada 1 riwayat dari Imam Ahmad yang menerangkan bahwa siapapun yang mengalami sabqul hadats maka dia harus berwudhu dan bisa melanjutkan kembali shalatnya, akan tetapi pendapat resmi madzhab Imam Ahmad bin Hanbal adalah seperti yang disebutkan pertama tadi, bahwa shalatnya batal karena shalat tidak sah dari orang yang berhadats baik hadatsnya disengaja maupun tidak disengaja.

Sedangkan dalam madzhab Imam Asy Syafii pembahasan ini dapat kita jumpai dalam kitab

المجموع شرح المهذب

juz 4 halaman 75 dan 76 :

فإن أحدث المصلي في صلاته باختياره بطلت صلاته بالإجماع سواء كان حدثه عمدا أو سهوا سواء علم أنه في صلاة أم لا وإن أحدث بغير اختياره بأن سبقه الحدث بطلت طهارته بلا خلاف وفي صلاته قولان مشهوران الصحيح الجديد أنها تبطل والقديم لا تبطل

Apabila seseorang yang sedang shalat berhadats berdasarkan kehendak & pilihannya sendiri maka shalatnya dihukumi batal dengan kesepakatan para ulama fiqih, sama saja entah dia berhadats dengan sengaja ataupun lupa, sama saja baik dia sadar ada dalam shalat maupun tidak sadar, adapun jika seseorang yang sedang shalat berhadats tanpa dia kehendaki dimana dia mengalami sabqul hadats maka thaharahnya dihukumi batal tanpa ada perselisihan diantara ulama Syafiiyah, adapun shalatnya maka ada 2 qaul (2 pendapat Imam Syafi’i) yang masyhur, pendapat shahih yang jadid Imam Syafi’i adalah shalat dihukumi batal sedangkan pendapat qadim Imam Syafi’i shalat tidak dihukumi batal.

Kemudian Imam An Nawawi melanjutkan penjelasannya :

قد ذكرنا أن مذهبنا الصحيح الجديد أنه لا يجوز البناء بل يجب الاستئناف وهو مذهب المسور بن مخرمة الصحابي رضي الله عنه وبه قال مالك وآخرون وحكاه صاحب الشامل عن ابن شبرمة وهو الصحيح من مذهب أحمد

Telah kami sampaikan bahwa berdasarkan pendapat shahih yang jadid dalam madzhab Imam Asy Syafi’i, seseorang yang mengalami sabqul hadats tidak boleh melanjutkan shalatnya akan tetapi dia wajib hukumnya mengulang shalat dari awal, ini merupakan pendapat Al Masur bin Makhramah seorang sahabat Radhiyallahu Anhu, ini juga merupakan pendapat Imam Malik dan ulama lainnya, dan dihikayatkan oleh penulis kitab Asy Syamil dari Ibn Syabramah, ini juga merupakan pendapat yang shahih dalam madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.

Kesimpulannya adalah siapa pun yang sedang shalat dan keluar hadats dari tubuhnya tanpa kesengajaan maka shalat dihukumi batal, yang harus dilakukan adalah keluar dari shalat, segera berwudhu kemudian melakukan shalat dari awal berdasarkan pendapat madzhab Imam Malik, madzhab Imam Syafii, dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.

Adapun menurut madzhab Imam Abu Hanifah seseorang yang mengalami sabqul hadats dia harus berwudhu kemudian melanjutkan shalatnya.

و الله تعالى أعلم بالصواب

Yurifa Iqbal (santri Ma’had Darussalam Asy Syafi’i angkatan 3)

Murajaah : Ustadz Agus Abu Husain

——
📝Silakan follow media kami berikut untuk mendapat update terkait Mahad Darussalam

Web: darussalam.or.id
FB: fb.me/darussalam.or.id
IG: instagram.com/darussalam.or.id
YT: youtube.com/mahaddarussalam
WA: chat.whatsapp.com/F5udYkGAB10KWmOTfbbI4h

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *