Bismillahirrohmanirrohim,
Alhamdulillah, tsummash sholaatu wassalaamu ‘ala rosulillaah
Ibnu Aqil menjelaskan, baik ism maupun huruf maushul harus memiliki shilah yang menjelaskan makna maushul tersebut. Tidak hanya itu, disyaratkan juga pada shilahnya terkandung dhomir yang cocok dengan maushul; atau yang dinamakan dengan aid (عائد). Ibnu Malik mengatakan dalam alfiyahnya:
وكلها يلزم بعده صله
— على ضمير لائق مشتمله
Sebagai gambaran, Allah berfirman:
{ صِرَ ٰطَ ٱلَّذِینَ أَنۡعَمۡتَ عَلَیۡهِمۡ غَیۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَیۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّاۤلِّینَ }
[Surah Al-Fātihah: 7]
Maka, الذين merupakan ism maushul untuk jama mudzakkar. Pada kalimat setelahnya, terdapat dhomir yang cocok yaitu ـهم pada kata عليهم. Dengan demikian, itulah ‘aidnya.
Akan tetapi, terdapat beberapa kondisi dihapusnya ‘aid tersebut. Ada yang wajib, ada yang boleh.
1️⃣ Kondisi Aid Wajib Dihapus
- Ketika Aidnya Mubtada dari Shilah Maushul لاسيما: saat ما pada kata لاسيما dianggap maushul, kata setelahnya di-i’rob marfu sebagai khobar dari mubtada yang dihapus seperti kalimat لا سيما زيد. Maka, pada kondisi ini, aid berperan sebagai mubtada, taqdirnya adalah لاسيما هو زيد. Maka, tidak boleh هو dimunculkan.
2️⃣ Kondisi Aid Boleh dihapus
- Ketika Aidnya adalah Mubtada Bukan dari Shilah Maushul لا سيما: seperti maushulnya adalah أي . Maka, boleh أيهم هو أشد menjadi أيهم أشد sebagaimana pada ayat. Begitu pula sebagian membolehkan جاء الذي هو قائم menjadi جاء الذي قائم
Akan tetapi disyaratkan dalam hal ini, khobarnya adalah mufrod. Jika khobarnya jumlah atau syibhul jumlah, maka tidak boleh dihapus mubtada pada shilah. Contohnya pada kalimat جاء الذي هو يقوم atau جاء الذي هو عندك. Tidak boleh menjadi الذي يقوم atau الذي عندك.
- Ketika Aidnya adalah Maful Bih berupa Dhomir Muttashil: seperti kalimat ومن خلقته وحيدا menjadi ومن خلقت وحيدا sebagaimana pada ayat. Maka dhomir sebagai aid yang kembali kepada maushul (من) dihapus. Adapun aid yang berupa maf’ul bih dhomir munfashil, maka tidak boleh dihapus.
Akan tetapi, terdapat syarat juga bolehnya dihapus aid ini, yaitu tidak adanya dhomir lain pada shilah yang bisa menjadi aid baru. Contohnya, جاء الذي ضربته في داره. Maka, tidak boleh dhomir ha pada ضربته dihapus karena terdapat dhomir lain yang menggantikannya itu ha pada داره.
- Ketika Aidnya adalah Mudhof Ilaihi yang Mudhofnya berupa Ism Fail: seperti kalimat فاقض ما انت قاضيه menjadi فاقض ما أنت قاض sebagaimana pada ayat. Adapun jika mudhofnya ism maful, maka tidak bisa, seperti جاء الذي مضروبه .
Namun, terdapat syarat dihapusnya aid dalam kondisi ini, yaitu ism failnya harus bermakna haal atau mustaqbal. Dengan demikian jika masa lampau, tidak boleh aid dihapus. Contohnya, جاء الذي أنا ضاربه أمس.
- Ketika Aidnya adalah Majrur dengan Huruf Jar*: seperti kalimat ويشرب مما تشربون منه menjadi ويشرب مما تشربون sebagaimana pada ayat.
Maka, seperti pada contoh, disyaratkan bolehnya dihapus aid, jika huruf jar pada aid ( *من* ـه), itu sama dengan huruf jar pada maushul ( *من* ـما) dan keduanya pun muta’alliq dengan fi’il yang memiliki akar kata yang sama (يشرب dengan تشربون).
Dengan demikian, terdapat satu kondisi aid wajib dihapus dan empat kondisi aid boleh dihapus. Adapun diluar 5 kondisi tadi, aid tetap harus muncul pada shilah maushul.
Wallahu’alam
Sumber: Syarah Ibnu Aqil Juz 1: 113-121. Dar Ibnu Katsir|
Rifki Nur ( Santri Ma’had Darussalam angkatan 4 )
——
📝Silakan follow media kami berikut untuk mendapat update terkait Mahad Darussalam
Web: darussalam.or.id
FB: fb.me/darussalam.or.id
IG: instagram.com/darussalam.or.id
YT: youtube.com/mahaddarussalam
WA: chat.whatsapp.com/F5udYkGAB10KWmOTfbbI4h