Barang yang Dipinjam Rusak, Siapa Ganti Rugi?

Barang yang Dipinjam Rusak, Siapa Ganti Rugi?

Secara asal, dalam fiqh muamalah, akad pinjaman (عارية) adalah akad yad dhoman (يد ضمان). Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda dalam hadits riwayat Abu Dawud,

لا، بل عارية مضمونة
“Bukan (rampasan), tetapi ini pinjaman yang madhmunah” [1].

Artinya, peminjam bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya barang yang dipinjam walaupun bukan disebabkan oleh kecerobohannya, seperti rusak akibat bencana alam [2]. Namun, di sana ada kondisi peminjam tidak perlu ganti rugi. Berikut perinciannya.

*Kondisi yang Mengharuskan Peminjam Ganti Rugi*

1. Barang pinjaman rusak saat tidak digunakan [1]. Hal ini seperti dicontohkan di atas ketika rusak oleh bencana alam atau kebakaran, begitu pula jika hilang dicuri [2].
2. Barang pinjaman rusak akibat penggunaan yang tidak diizinkan.
3. Barang pinjaman rusak akibat penggunaan yang tidak wajar. Contohnya, meminjam kitab untuk dijadikan alas [1].
4. Barang pinjaman rusak akibat hal lain saat penggunaan yang diizinkan. Contohnya seperti kendaraan pinjaman masuk sumur [2] atau menabrak tembok ketika digunakan [3].

*Kondisi yang TIDAK Mengharuskan Peminjam Ganti Rugi*

1. Rusak akibat penggunaan yang diizinkan [1,3]. Contohnya seseorang meminjam pedang untuk perang, kemudian ketika digunakan berperang, patah [2]. Begitu pula, kendaraan pinjaman mogok karena digunakan (secara wajar) [3].

*Berapa jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan?*

Jumlah ganti rugi didasarkan pada nilai barang pinjaman saat rusak, bukan nilai barang saat meminjam [4].

*Bagaimana jika peminjam dan orang yang meminjamkan berselisih?*

Jika berselisih antara peminjam dan pemberi pinjaman apakah barang rusak karena penggunaan yang diizinkan atau tidak, dibenarkan perkataan peminjam dengan bersumpah. Dengan demikian, peminjam tidak perlu ganti rugi [2,5]. Walaupun begitu, terdapat pendapat dalam madzhab yang mendahulukan perkataan pemberi pinjaman [5] sebagaimana dipilih al-Malibari dalam Fathul Mu’in [6].

Wallahu a’lam.

Ditulis oleh Rifki Nur (santri Ma’had Darussalam Asy Syafi’i angkatan 4)

Murajaah : Ustadz Agus Abu Husain

Sumber:
[1] Imta’ul Asma’: 232-233. Dar Musthofa
[2] Hasyiah al Bajuri, Juz 2: 20-21. Maktabah Islamiyah
[3] Umdatus Salik Ta’liq Majid al Hamawi: 300. Dar Ibnu Hazm
[4] Nihayatul Muhtaj, Juz 5:142.
[5] Nihayatul Muhtaj, Juz 5:128.
[6] Fathul Mu’in: 386. Dar Ibnu Hazm

——-
📝Silakan follow media kami berikut untuk mendapat update terkait Mahad Darussalam

Web: darussalam.or.id
FB: fb.me/darussalam.or.id
IG: instagram.com/darussalam.or.id
YT: youtube.com/mahaddarussalam
WA: chat.whatsapp.com/F5udYkGAB10KWmOTfbbI4h

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *