Alhamdulillah, Ash-Sholaatu was Salaamu ‘ala Nabiyyinaa Muhammad.
Di antara keistimewaan agama Islam adalah kemudahan-kemudahan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada tiap-tiap hamba-Nya dalam menjalankan syari’at. Terutama, apabila datang suatu kondisi atau keadaan tertentu yang dapat menyulitkan seorang hamba tatkala menjalankan suatu ibadah, maka syari’at agama ini datang untuk memudahkan.
Sebagaimana telah Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan di dalam Al-Qur’an,
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan…”
(QS. Al-Insyirah: 5)
Sebagai contoh bentuk kemudahan dalam syari’at Allah tersebut adalah disyariatkannya Qoshor (meringkas) sholat, sebagai rukhshoh (keringanan) bagi orang yang bersafar.
Dan berikut adalah ringkasan dari pembahasan seputar Qoshor Sholat yang kami rujuk dari Kitab Madzhab Asy-Syafi’i “Nailur Roja Bisyarhi Safinah An-Naja”.
Pengertian Qoshor Sholat
Qoshor (القصر) maknanya adalah meringkas sholat. Yakni, melaksanakan sholat fardhu empat roka’at menjadi dua roka’at, yang dilakukan oleh seorang Muslim atau Muslimah yang tengah bersafar.
Syarat-Syarat Qoshor Sholat
Adapun musafir yang mendapat keringanan untuk mengqoshor sholat adalah jika padanya terpenuhi beberapa syarat berikut:
Pertama, Safarnya mencapai dua marhalah.
Yang dimaksud 2 (dua) marhalah adalah perjalanan dua hari normal (untuk pergi saja) dengan hewan tunggangan yang diberikan beban berupa barang bawaan, dengan menghitung keadaan-keadaan semisal menurunkan beban, memasang pelana, turun untuk melaksanakan sholat, makan, minum, istirahat, sebagaimana biasanya.
Jika diukur dengan jarak, maka jaraknya adalah 48 mil Hasyimiyyah, dengan anggapan 1 mil = 6.000 hasta, menurut pendapat mu’tamad (resmi) madzhab Asy-Syafi’i.
Gambaran perhitungannya adalah sebagai berikut:
1 mil = 6.000 hasta
1 hasta = 50 cm
Maka, 48 × 6.000 = 288.000 hasta.
Sehingga jarak safarnya, 288.000 × 50 cm = 14.400.000 cm atau 144 km.
Berdasarkan perhitungan di atas, maka menurut pendapat resmi Madzhab Asy-Syafi’i, seseorang bisa mendapatkan keringanan untuk mengqoshor sholat apabila jarak safarnya mencapai 144 km.
Adapun Al-Imam Ibnu Abdul Barr berpendapat bahwa 1 mil = 3.500 hasta, dan Al-Imam Asy-Syamhudi menyepakatinya.
Gambaran perhitungannya:
1 mil = 3.500 hasta
1 hasta = 50 cm
Maka, 48 × 3.500 = 168.000
Sehingga jarak minimal safarnya, 168.000 × 50 = 8.400.000 cm atau 84 km.
Berdasarkan perhitungan di atas, apabila merujuk pendapat Al-Imam Abdul Barr, maka seseorang bisa mendapatkan keringanan untuk mengqoshor sholat apabila jarak safarnya mencapai 84 km.
(Dan pendapat inilah yang banyak digunakan oleh kebanyakan Ulama Syafi’iyyah belakangan dan Ulama Kontemporer lainnya).
Kedua, Safarnya tergolong safar yang mubah.
Yang dimaksud safar mubah adalah safar yang bukan maksiat. Dan mencakup safar yang mubah di antaranya yaitu:
- Safar yang hukumnya Wajib: semisal membayar hutang, pergi haji.
- Safar yang hukumnya Sunnah: semisal safar dalam rangka silaturahmi (menyambung tali persaudaraan).
- Safar yang hukumnya Mubah: semisal safar dalam rangka berdagang.
- Safar yang hukumnya Makruh: semisal safar sendirian dan safar dalam rangka berdagang kain kafan.
Ketiga, Mengetahui akan bolehnya mengqoshor sholat.
Jika salah seorang melihat orang lain tengah mengqoshor sholat, lantas ia ikut sholat dalam keadaan tidak mengilmui dan tidak memahami qoshor sholat, maka sholatnya tidak sah.
Keempat, Berniat mengqoshor sholat bersamaan dengan takbirotul ihrom.
Yakni, orang yang hendak mengqoshor sholat, berniat mengqoshor sholat (di dalam hati) beriringan dengan takbirotul ihrom.
Kelima, Sholat yang diqoshor adalah sholat ruba’iyyah (empat rokaat).
Yakni sholat Zhuhur, Ashar, dan Isya. Adapun sholat dua roka’at (shubuh), dan tiga roka’at (maghrib), maka yang shohih adalah kedua sholat tersebut tidak bisa diqoshor.
Keenam, Sholat Qoshor disyaratkan masih dalam keadaan bersafar sampai ia menyelesaikan sholatnya.
Jika seseorang tengah sholat qoshor di atas kapal laut (misalnya), kemudian kapal laut yang ditumpanginya tersebut telah masuk batas wilayah yang tidak diperbolehkan lagi untuk qoshor sholat, atau ia merasa ragu bahwa ia telah sampai tujuan safarnya, atau ia berniat untuk mukim, atau ragu ketika ia hendak berniat untuk mukim, maka wajib menyempurnakan sholatnya (tidak boleh diqoshor).
Ketujuh, Tidak bermakmum dengan imam yang sholat sempurna di satupun bagian sholatnya.
Yakni, seorang musafir tidak boleh sholat di belakang Imam yang sholatnya sempurna (tidak qoshor sholat), meskipun ia menyangka bahwa imamnya adalah seorang musafir, atau terbukti setelah Imam menyempurnakan sholatnya.
Adapun syarat-syarat tambahan lainnya adalah:
- Meniatkan tempat tujuan ia bersafar, meski hanya sekedar arah, misalnya India.
- Tujuan safarnya dibenarkan, misalnya berhaji, berdagang, bukan untuk tamasya dan atau sekadar melihat-lihat suatu negeri.
- Telah melewati pagar batas daerahnya, jika daerahnya dikelilingi pagar batas. Atau telah melewati bangunan terakhir di daerahnya, jika daerahnya dibatasi dengain selain pagar pembatas.
Allahu A’lam.
Demikian, semoga bermanfaat, dan dapat diamalkan.
Ditulis oleh Randi Rastiya ( Santri Ma’had Darussalam As-Syafii Yogyakarta )
Muraja’ah : Ustadz Agus Abu Husain
***
Referensi:
Nailur Roja bisyarhi Safinatin Naja, hlm. 244-248, karya Asy-Syaikh Ahmad bin Umar bin ‘Awadh Asy-Syaathiriy rahimahullah.
_____________________________________________
Baca juga keringanan lainnya dari syariat:
Mengusap Khuf “Serial Fawaid Dars ke-7 Umdatus Salik”
Mari belajar bersama dan mengambil faedah dengan mengunjungi dan mengikuti
👇🏼👇🏼👇👇
website: darussalam.or.id
facebook: @darussalam.or.id
instagram: @darussalam.or.id
youtube: @MahadDarussalam
Jazakumullahu Khairan