Bismillah, wassholatu wassalamu ala rosulillah.
Berdiri merupakan keharusan atau rukun dalam sholat fardhu. Oleh karena itu, diharuskan seseorang takbirotul ihram, membaca al fatihah, dan itidal dalam keadaan berdiri. Bahkan, berdiri tetap dilakukan semampunya, walaupun akhirnya bungkuk seperti rukuk; jika memang tidak mampu menegakkan tulang punggungnya [4].
Namun, dibolehkan seseorang duduk jika berdiri tidak mampu dia lakukan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
صل قائما فإن لم تستطع فقاعدا…
“Sholatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu berdiri, sholat dalam keadaan duduk…” (HR. Bukhori No. 1117) [1].
Para ulama syafi’i memberikan beberapa contoh kapan seseorang dikatakan “tidak mampu berdiri”:
1. Kesulitan berdiri dengan kesulitan yang sangat (seperti pusing [1] atau dapat ambruk di tengah-tengah sholat [2]);
2. Jika berdiri, dikhawatirkan mengakibatkan sakit yang baru atau bertambahnya sakit yang lama [3]; atau
3. Dalam keadaan diobati dan pengobatan harus dilakukan dalam keadaan duduk [2].
Maka, setiap kali ditemui satu dari keadaan-keadaan tersebut, boleh seseorang duduk dengan bentuk duduk apapun. Akan tetapi, disunnahkan duduk dengan bentuk iftirosy [3]. Dengan demikian, jika ketidakmampuan muncul dari awal sholat, duduk pada saat tersebut. Namun, jika muncul di tengah sholat (seperti saat membaca al-fatihah), duduk saat ketidakmampuan tersebut ditemui [3].
Akan tetapi, jika keadaan tersebut bisa hilang dengan bersandar pada sesuatu atau bantuan orang lain (seperti dipegangi), wajib hal itu ditempuh sehingga dia bisa berdiri walaupun harus membayar orang tersebut [4].
Perlu diperhatikan, kebolehan duduk dalam menggantikan berdiri ketika sholat, terikat dengan ketidakmampuan berdiri. Dengan demikian, tidak boleh seseorang takbiratul ihram, membaca al fatihah, atau i’tidal dalam keadaan duduk karena tidak bisa rukuk atau tidak bisa sujud akan tetapi mampu berdiri.
Fakta Menarik: Kewajiban berdiri tidak berlaku dalam sholat-sholat sunnah. Dengan demikian, boleh seseorang yang mampu berdiri untuk duduk dalam sholat sunnah walaupun konsekuensinya, ganjarannya menjadi setengahnya sholat jika dia lakukan dalam keadaan berdiri [1].
Wallahu a’lam.
Penyusun Rifki Nur (Santri Darussalam Angkatan 4).
Sumber:
[1] Albayan watta’rif hal. 206-208. Darudh Dhiya
[2] Nailur Roja hal. 216-217. Darul Minhaj
[3] Umdatus salik hal. 135-136. Dar Ibn Hazm
[4] Imta’ul asma hal 84-85. Darul Musthofa