Bolehkah Mempekerjakan Orang tanpa Memberitahu Upahnya?

Bolehkah Mempekerjakan Orang tanpa Memberitahu Upahnya?

Bismillah washsholatu wassalamu ‘ala rosulillah

“Kamu tolong kerjakan ini, nanti ada bayarannya, kok”

Di antara kita mungkin tidak asing dengan kalimat di atas. Terlepas dari hal tersebut, mempekerjakan orang merupakan bagian dari kehidupan muamalah seorang hamba. Bahkan, praktik ini disebutkan dalam Al Quran,

{ قَالَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا یَـٰۤأَبَتِ ٱسۡتَـٔۡجِرۡهُۖ .. }
Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita)…” [Surah Al-Qaṣaṣ: 26]

Oleh karena itu, tentunya terdapat ketentuan yang diatur dalam Islam terkait masalah tersebut, termasuk upah atau bayaran yang digunakan.

Dalam madzhab Syafi’i, para ulama menjelaskan bahwa salah satu ketentuan upah adalah harus diketahui ketika akad dilakukan. Hal tersebut bisa dipenuhi dengan diperlihatkan upahnya atau dijelaskan detailnya [1]. Maka, tidak boleh memperkerjakan orang jika upahnya tidak diketahui.

Syaikh Mushtofa Abu Hamzah menjelaskan dalam syarah Al Yaqut An Nafis,
“Jika seseorang berkata, ‘Kerjakan ini, nanti kuberi sesuatu’, akadnya tidak sah” [2].

Syaikhoh Syifa juga memberikan gambaran lain dalam syarah Matan Abu Syuja
“Ketika seseorang mempekerjakan orang lain untuk mencarikan konsumen, kemudian bayarannya adalah sekian persen dari pendapatannya, maka akad seperti ini sesungguhnya tidak sah. Alasannya karena persenan itu tidak diketahui secara pasti, bahkan bisa saja barangnya tidak laku sehingga yang dipekerjakan tidak dibayar” [3].

Oleh karena itu, upah disyaratkan sudah dijelaskan atau diperlihatkan ketika akad dilakukan. Misalnya, Zaid berkata kepada Amr, “Carikan orang atau kendaraan untuk membawa gandum ini ke negeri A, aku bayar satu dinar”. Kemudian Amr berkata, “Baik, saya carikan”, maka akad seperti ini sah [4].

Waallahu’alam.

Penyusun: Rifki Nur Angkatan 4

Sumber:
[1] Hasyiah Al Bajuri jilid 3 hal. 102. Darul Minhaj
[2] Mu’nisul Jalis jilid 2 hal. 31. Dar Tsamarotil Ulum.
[3] Imta’ul Asma hal. 247. Darul Mushtofa
[4] Al Yaqutun Nafis hal. 180. Darul Minhaj

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *