Kitab Shalat “Serial Fawaid Dars ke-19 Umdatus Salik”

KITAB SHALAT

Al-Imam Ibnu Naqib Al-Mishri Asy-Syafi’i –rahimahullah- menjelaskan.

1️⃣ Shalat hukumnya wajib atas setiap muslim yang baligh, berakal, dan suci ( dari haid dan nifas ).
2️⃣ Tidak ada qodlo bagi orang yang hilang akalnya karena gila, sakit, atau kafir asli. Adapun yang mabuk sengaja dan murtad, diharuskan mengqodlo dalam rangka untuk mentaghlidzh (memberatkan agar jera).
3️⃣ Anak kecil mumayyiz diperintahkan untuk mengerjakan ketika berusia 7 tahun dan dipukul di usia 10 tahun (jika enggan shalat). Orang tua atau walinya wajib untuk memerintahkan anak yang tamyiz untuk melaksanakan shalat. Jika tidak, maka orang tua/walinya berdosa.

Selain itu, patokan tamyiz yang paling baik adalah ketika anak sudah bisa cebok, makan, dan minum sendiri.

Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat

Terkait dengan hukum orang yang meninggalkan shalat, maka ada dua perincian.

1️⃣ Orang yang hidup di tengah-tengah kaum muslimin namun mengingkari kewajiban shalat, zakat, shaum, haji, haramnya khamr, zina, dan hal semisalnya dari perkara-perkara yang diijma’kan (disepakati) atas wajib atau haramnya, serta diketahui secara dloruri dalam agama, maka ia telah kufur dan dibunuh karena kekafirannya (setelah diminta taubat terlebih dahulu dan ia tetap bersikukuh mengingkari kewajiban atau keharamannya). Konsekuensi lainnya adalah tata cara pemulasaraannya dengan cara kafir dan tidak dikubur di pekuburan kaum muslimin.

2️⃣ Orang yang meninggalkan shalat karena melalaikannya (meskipun meyakini kewajibannya) sampai keluar waktunya (shalat yang dijama’ patokan habis waktunya adalah berakhir waktu jama’ ta`khirnya) dan sempit waktu dloruroh untuk mengerjakan shalat, maka ia tidak kafir tetapi dipenggal sebagai bentuk hukuman had. Berbeda dengan yang pertama, golongan yang kedua ini diurus pemulasaraannya dengan cara islam dan di kubur di pekuburan kaum muslimin.

Hukum Mengakhirkan Shalat

1️⃣Tidak diberi udzur seorang pun dalam mengakhirkan shalat kecuali orang yang tidur (di luar waktu), orang yang lupa, atau mengakhirkan karena ingin menjama’ ketika safar.
2️⃣ Dalam madzhab syafi’I, pendapat yang mu’tamad bagi orang yang sakit adalah tidak bisa jama’.
3️⃣ Jika seorang tidur di waktu shalat, kemudian ia punya dzhon bahwa ia akan bangun di luar waktu shalat itu, maka tidak boleh ia tidur saat itu.

BAB WAKTU-WAKTU SHALAT

Al-Imam Ibnu Naqib Al-Mishri Asy-Syafi’i menjelaskan shalat wajib ada lima waktu.

1️⃣ Shalat dzhuhur, waktu awalnya apabila telah tergelincir matahari (zawal) dan waktu akhirnya adalah ketika sama tinggi antara sesuatu dan bayangannya, tidak termasuk bayangan zawal.
2️⃣ Shalat ashar, waktu awalnya adalah akhir waktu shalat dzhuhur ditambah sedikit dan akhirnya ketika matahari tenggelam sempurna. Akan tetapi, jika bayangan setiap sesuatu itu dua kali panjangnya, maka telah keluar waktu ikhtiyar (waktu yang bagus untuk shalat setelah awal waktu) dan tersisa waktu jawaz (boleh mengerjakan shalat di waktu itu) sampai ishfiror (menguning).
3️⃣ Shalat maghrib, waktu awalnya apabila sempurna tenggelamnya matahari, kemudian terus membentang waktu itu seukuran waktu mengerjakan wudlu, menutup aurat, adzan, iqomah, dan mengerjakan shalat lima rakaat (maghrib dan ba’diyyahnya) secara sedang. Jika ia mengakhirkan pengerjaan shalat dari batas waktu itu, maka ia berdosa dan harus mengqodlo.
(Ini adalah qoul jadid namun ditinggalkan. Mu’tamad madzhab dalam masalah ini adalah qoul qodimnya yaitu sampai hilangnya mega merah berdasarkan H.R. Muslim)
4️⃣ Shalat ‘isya, waktu awalnya yaitu hilangnya mega merah dan waktu akhirnya adalah munculnya fajar shodiq. Akan tetapi, jika berlalu sepertiga malam, maka selesai waktu ikhtiyar dan tersisa waktu jawaz.
5️⃣ Shalat shubuh, awal waktunya adalah munculnya fajar shodiq dan akhirnya adalah terbitnya matahari. Akan tetapi, apabila telah isfar ( nampak terang ), maka selesai waktu ikhtiyar dan tersisa waktu jawaz.

Yang afdlol, seorang melakukan shalat di awal waktu, dan itu didapatkan dengan menyibukkan awal waktunya dengan sebab-sebab seperti thaharah, tutup aurat, adzan, dan iqomah kemudian ia shalat. Dikecualikan dalam hal ini shalat dzhuhur, dibolehkan untuk ibrod (mendinginkan dengan menunda pelaksanaan) di kala panas yang sangat dan di negeri yang panas dengan syarat:
1) orang yang menuju shalat jama’ahnya jauh (jaraknya) dan
2) tidak ada tempat teduh di jalan yang menaunginya. Maka ia mengakhirkan shalat dzhuhur sampai tembok-tembok ada naungan yang menaunginya. Jika hilang salah satu syaratnya, maka disunnahkan menyegerakan shalat.

✍🏻Mochamad Rido Rizki Ahad (Santri Ma’had Darussalam Asy-Syafi’i)
Muraja’ah : Ustadz Agus Abu Husain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *